Cerita Sex Ngentot Dengan Pemuda Idiot Part 2

Kakek …. kek … ada dirumah?” panggilku

“Ada apa ya?” Sex 

Kontan aku terkejut langsung menjerit karena tidak mengetahui kalau Kakek Senen muncul dari belakang.

“Ada apa ya Cu?” sapa kakek Senen, “kamu siapa?”

“Aku Martini kek, apa kakek lupa?”

Kakek Senen masih bingung, dia tidak tahu siapa wanita di hadapannya ini.

“Aku Martini Kek, anaknya Mah, yang tinggal di Jakarta” aku menjelaskan

Sang kakek melongo

“Ja …. Ja…Jadi kau Martini anaknya Mah?? Angin apa cu kamu mau kesini ke tempat tinggalku? Makmu saja tidak pernah kesini …. apa lagi adik dan ayuk kamu”

“Anu kek aku inget waktu masih kecil ke sini bersama Bapak…jadi rindu melihat kebun ini, jadi makanya aku kesini”

“Laki dan anak-anakmu mana?” Kakek Senen bertanya.

“Lakiku dak bisa ikut banyak kerjaan dan anak-anakku tinggal di rumah kakakku” aku menjawab dalam logat daerahku

“Sudah lamu kamu balik kampung Tin?” tanya Kakek Senen. Sex 

“Baru dua hari Kek, karena dak ada kerjaan aku kesini, sedangkan anak anakku sudah bisa ditinggal, apalagi ada anak ayuk dan adik” jawabku, “ohh omong-omong dari mana kek tadi?” tanyaku

“Membersihkan kebun kopi, maklum sebentar lagi berbunga jadi harus rajin dibersihkan” jawab Kakek Senen.

“Ayo mari ke dalam!” ajak Kakek Senen ”Sengaja kakek kunci pagarnya karena takut ada babi atau anjing hutan, maklumlah namanya juga hutan”, kakek Senen menerangkan.

“Kakek sendirian disini?” tanyaku

“Ndak, Kakek ada kawan” sahutnya.

“Siapa kek? Mana?” tanyaku bingung, “kok ndak keliatan siapa-siapa lagi daritadi?”

“Ada di belakang lagi bawa ceret minum kakek” sahut Kakek Senen.

“Siapa kek?” tanyaku pingin tahu

“Namanya Lanang” balas Kakek Senen

“Lanang?”

“Anak siapa kek?” rasa ingin tahuku makin bertambah

“Nanti saja kamu tau” jawab kakek.

“Nang!! cepet dikit…ada tamu ini!” panggil kakek Senen

Tidak lama muncul terdengar suara langkah kaki dari depan dan pintu membuka, seorang pemuda berumur sekitar 20an berwajah cacat mental masuk sambil membawa ceret air minum dan tas kecil, pemuda itu sangat tinggi tapi agak bongkok, tinggiku hanya sebahunya bila berdiri berjajar dan ia menegakkan tubuh. Aku agak takut dan terkejut melihat orang itu apalagi ia nyengir lebar padaku.

“Kek siapa ini?” tanyaku bergetar

“Tidak apa-apa Tin, Lanang anak yang baik…dia memang agak terbelakang tapi dia mengerti apa yang bicarakan dan menurut apa yang kita perintahkan. Lagian dia juga senang kalau ada teman, malah dia suka bercanda dan main-main” Kakek Senen menjelaskan, “coba saja kamu panggil dia Tin” perintah Kakek Senen

Maka aku menuruti saran kakek Senen, dan memanggil pemuda itu mendekat,

“Lanang sini! Duduk sini” ajakku.

Maka ia pun mendekati kami, malah dia sendiri seperti ketakutan.

“Kek kenapa dia bersembunyi di belakang kakek?” tanyaku.

Dia memang agak takut pada orang-orang , terutama orang yang baru dikenalnya, makanya di seperti ini. Tapi kalau dia sudah dekat, kamu pasti kewalahan, dia mau mengajak kamu bermain terus dia juga akan baik ke kamu”

“Lanang , jangan takut …. ini Martini cucu kakek dari jauh yang memiliki kebun ini, jadi jangan takut…ayo salam cucu kakek ini….sama saja dia baik juga sama denganku”, perintah kakek.

Lanang lalu mendekat dan memegang tanganku, mulanya aku agak takut, tetapi dengan ragu aku tetap menjabat tangannya. Pemuda idiot itu menjabat tanganku dengan keras seolah tak ingin melepaskannya

“Uuuhh…aaaarr….uuuuhh!” ternyata ia tidak bisa berbicara hanya bersuara tidak jelas seperti itu saja

Perlahan-lahan aku mulai tidak tegang lagi padanya. Dan seperti kata Kakek Senen, Lanang memang ramah sekali, ia mengajakku masuk ke pekarangan rumah kakek Senen. Lalu mengajakku duduk di bale bambu di bawah pondok kakek, tetapi kakekku mencegahnya karena aku baru datang sehingga kakek mengajakku naik ke atas pondoknya. Di atas pondok aku dan kakek bercerita masalah kebun yang di tunggunya, dari awal sampai akhir, juga masalah istri dan anaknya, begitu juga asal muasal dia menemukan pemuda cacat mental itu ke sini. Dari situ aku baru tahu semuanya, jadi pemuda bermental terbelakang adalah anak dari teman Kakek Senen. Ia sudah begitu sejak lahir dan dalam usia lima tahun sudah ditinggal mati ayahnya yang adalah teman kakek. filmbokepjepang.net Tiga tahun yang lalu, ibunya yang sudah tua juga menyusul ayahnya. Kakek Senen, yang telah lama kesepian, mengadopsi pemuda malang itu, ia mengajaknya tinggal bersama di perkebunan ini. Dalam hati aku mulai merasa kasihan dengan Lanang, usianya masih muda tapi sudah harus mengalami cacat mental seperti ini, takdir memang tidak bisa dipilih. Aku hanya menghela nafas merenungi semua ini. Tak terasa cerita ngoro ngidulku dengan kakek Senen hampir dua jam lamanya sambil minum teh dan makan ubi goreng. Karena memang hobinya bertani dan berkebun kakek Senen mau melanjutkan membersihakn rumput-rumput dibawa pohon-pohon kopi dan rambutan ataupun cengkeh. Aku disuruhnya nunggu di pondoknya saja ditemani oleh Lanang yang mulai terlihat akrab denganku

Karena sudah akrab, aku tidak lagi merasa takut malah aku diajak bermain ke bawah oleh Lanang sambil diambilkannya bermacam-macam buah-buahan. Ia selalu berbicara dengan gumaman-gumaman tak jelas karena kekurangannya itu tapi ia cukup mengerti apa yang dibicarakan orang. Ketika sedang melihat-lihat di kandang ayam tiba-tiba aku tersandung sebuah papan yang tergeletak sembarangan hingga kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Aku menjerit kecil, telapak tangan dan celanaku bagian lutut terkena kotoran ayam. Melihatku terjatuh, Lanang segera membantuku berdiri.

“Aaauuhh…uuuhh…aaa…aahh!” katanya tidak kumengerti sambil menyeka kotoran ayam dari tanganku dengan tangannya sendiri. Aku lumayan tersentuh, ternyata walaupun terbelakang mentalnya hatinya sangat baik.

“Lanang, udah cukup, kakak mau ke atas dulu ya, biar kakak bersihin sendiri sama ambil air buat bersihin tangan kamu”

Lanangpun berhenti. Aku ke atas kemudian masuk ke dalam pondok. Aku mencari kalau-kalau ada pakaian yang bisa digunakan untuk mengganti pakaianku, mungkin di dalam kamar kakek ada pakaian, daster atau celana pendek jadilah. Aku membuka lemari kakek Senen, bolak balik aku mencari pengganti pakaianku, akhirnya aku menemukan pakaian berupa daster yang terselip di bawa tumpukan pakaian kakek Senen yang hanya beberapa lembar.

“Nah ini bisa kupakai, tetapi sepertinya agak kependekan, apa mungkin ini bekas baju istrinya dulu?“

Daster itu sepertinya masih bersih cuma sedikit robek di berbagai tempat, malah ada beberapa kancing-kancing atasnya tidak ada lagi, tapi apa boleh buatlah, dari pada memakai pakaian yang bau tahi ayam. Lalu aku membuka celana jeans dan baju kaosku. Tampaklah gundukkan gunung kembar milikku yang putih dan juga masih cukup kencang kendati sudah mempunyai anak dua, buah dadaku lumayan menantang bila dilihat orang dengan ukuran BH 36 warna putih. Sedangkan pinggulku sangat besar dan montok masih terbungkus oleh celana dalam warna putih

Aku memang suka sekali dengan baju daster, menurutku lebih enak dingin tidak terlalu panas, begitu juga dengan celana dalamku, aku lebih suka yang agak longgar longgar seperti kedodoran begitu, menurutku enak tidak sempit, gatal dan pengap di sekitar kemaluanku. Kemudian aku memakai daster tersebut dan memang terasa pendek satu kilanan atau 15 centi diatas lututku. Maklum mungkin istri kakek Senen orangnya memang agak pendek jadi daster bisa saja dipotongnnya. Untuk ditengah tengah kebun seperti ini, apalagi cuaca sangat panas, daster memang cukup meredahkan hawa panas badan. Setelah memakai daster tersebut aku turun lagi menemui Lanang. Mungkin karena dapat teman baru apalagi wanita secantik diriku, pemuda ini bukan main senangnya. Aku dipeluknya, dirangkul bahkan dicium-ciumnya, bukan tidak risih aku dibuatnya apalagi sambil dicium olehnya tersebut. Aku belum ada pikiran negatif, bagiku saat itu, Lanang seperti anak kecil yang minta dibelai saja dan aku kasihan padanya. Di bale bambu di bawa pondok aku bagaikan boneka di peluk di gendong oleh gorila, maklum badannya cuckup besar dan kuat, pohon kayu sebesar tanganpun mungkin bisa dia patahkan. Takut kalau pegangannya terlepas aku merangkul lehernya.

“Lanang” aku berkata,”kamu kelihatan seneng sekali kenapa?”

“Ooohh…oogghh!” katanya tak kumengerti

Sambil membuka mulutnya dan mengangguk angguk kepalanya seakan tahu.

“Kamu seperti senang sekali denganku ….. kenapa?Apakah selama ini kamu tidak pernah melihat wanita?

“uukk .. ukk … ukkkk” sahutnya

“pantesan kamu seperti ini” kataku mengelus rambutnya

Lanang menatap wajahiku, begitu juga aku menata matanya. Ia menggerakan tangannya mengusap pipiku, kupegang tangannya. Lanang mendekatkan wajahnya lalu mencium keningku. Aku hanya diam dan terpejam mataku ketika di cium olehnya. Batinku, Lanang adalah seorang bermental terbelakang, kendati begitu naluri lelakinya sangat jelas untuk melindungi seorang wanita. filmbokepjepang.net Aku merasakan kalau yang dilakukannya adalah semata sangat sayang kepadaku dan memanjakanku. Akupun dipeluknya dengan lembut, mau tidak mau aku memeluknya juga, membagi rasa sayang kepadanya. Dalam pelukannya aku merasakan kehangatan di dadanya, kurasakan jantungnya berdetak cukup kencang. Saat itu aku tidak berpikir macam-macam selain kasih sayang antara kakak dan adik saja.

Dalam pelukannya aku mulai dibelai-belai dan diciumnya, ia bahkan makin berani mencium bibirku. Aku merasa kaget, berani sekali ia melakukan itu, juga kurasakan bulu kudukku merinding ketika melihat giginya yang besar-besar itu. Lanang terus mencium bibirku, akupun terpaksa mendorong dadanya hingga ciumannya terlepas

Aku memandangnya, lalu berkata “Lanang kamu sayang padaku?”

“ukk ..ukkk …. hah .. hah .hah” jawabnya sambil menganggukan kepalanya

Aku membelai wajahnya lalu kucium pipinya, dia menatapku dengan matanya yang turun

Aku berkata “Ya Lanang , aku juga senang dengan kamu, kamu baik, penurut dan mengerti perintah orang.”

Tatapan lanang berpindah ke bagian dadaku yang memang cukup terbuka dengan jelas dimana gunung kembar terbuka dengan jelas karena kancing kancing baju daster yang kupakai memang tidak sempurna lagi. Aku terkejut, dalam hatiku berkata

“kenapa dia memandang buah dadaku? Apa dia layaknya seperti manusia normal juga, mempunyai hasrat biologis ketika melihat pemandangan seperti ini?”

Aku menjadi serba salah, di hadapanku ini adalah seorang dengan keterbelakangan mental tetapi memiliki naluri birahi seperti manusia normal. Tiba-tibanya tangannya menjulur ke arah dadaku, aku semakin terkejut, apa yang akan dilakukannya. Tanganya menyentuh buah dadaku, darahku menjadi berdesir ketika tangan besarnya menyentuh kulit buah dadaku. Kiri dan kanan ia mengusap pangkal buah dadaku, aku merasa geli dibuatnya. Tidak kusangkah ternyata sifatnya sama seperti manusia normal, mempunyai hasrat biologis juga. Tidak hanya itu buah dadaku diremas remasnya, walaupun tidak terlalu kuat tetapi aku merasakannya bahwa telapak tangannya menangkap gundukan salah satu buah dadaku dengan penuh. Di bawah pondok ini dengan tiupan angin yang sejuk, aku dibuat terbuai oleh tingkah Lanang, tubuhku menjadi panas dingin, mataku terpejam akibat perbuatannya. Sudah beberapa lama aku dibuat terbuai olehnya, buaian nikmat yang sudah lama tidak kudapat dari suamiku sehingga aku membiarkannya saja. Tanpa kusadari, tali BH ku telah terlepas mungkin akibat remasan remasannya, sehingga kedua buah dadaku keluar dari sarangnya. Tampak puting susuku yang merah kecoklatan mengeras akibat ulahnya. Yang lebih membuatku berdesir ketika puting susuku dicuil cuil oleh tangan kasarnya dan bertambah gilanya lagi kurasakan bibir tebalnya menyedot nyedot puting susuku. Disini aku baru menjerit

“Aahhhhh Lanang jangan lakukan…aaahhhh…aku tidak mau…Iiiiihhhh ……. Lanang hentikan!” hanya mulutku saja yang berkata, tetapi aku tidak mempunyai keberanian untuk berontak, takut dia marah malah dan takut disakiti.

Dalam ketidakberdayaanku aku merasakan sesuatu benda keras yang menonjol di bawah pantatku. Aku mengira-ngira benda apakah itu, tetapi aku tidak jelas sebab tidak terlihat olehku. Sesuatu apa yang menyentak nyentak pinggulku, benda itu seperti bergerak gerak, kutebak itu adalah penisnya, oh…lumayan keras juga pikirku. Akibat lamanya Lanang mempermainkanku aku merasakan terbuai dan terlena dibuatnya. Waktu terus bergerak dan tak terasa hari sudah pukul empat sore, aku memohon kepada Lanang untuk menghentikan kegiatannya dengan secara halus dan lembut.

“Lanang sudah ya…sudah sore kakak mau pulang, kasihan anak-anak kakak dan sebentar lagi kakek Senen kembali dari membersihkan rumput. Besok kakak ke sini lagi jadi kita bisa bermain-main lagi ya, janji!”

Kulihat Lanang seperti kecewa, aku mencium pipinya.

“Jangan kecewa Lanang, kakak tau kamu suka padaku, tapi kakak musti pulang dulu nanti dicari oleh anak dan orang tuaku.

Akhirnya Lanang bersuara …..

“ugghh …ukkk ….hhhh” sambil menganggukan kepalanya

Kemudian aku turun dari pangkuannya. Sebelumnya aku membenahi dulu pakaian yang berantakan akibat ulahnya itu kepadaku. BH kupasang lagi, begitu juga baju atasku kurapikan, dan ternyata daster bawaku naik keatas pusarku sehingga tampak jelas celana dalamku terlihat oleh Lanang. Walaupun Lanang perilakunya seperti anak-anak, tetapi naluri lelakinya bisa naik juga dan aku juga merasa malu melihat keadaan tersebut. Setelah merapihkan baju bawahku, aku terkejut sekali dibuatnya ternyata benda yang menonjol tadi dibawa pantatku ternyata memang kemaluan Lanang. Penisnya nampak menonjol di balik celananya. Sungguh tidak kusangka ternyata Lanang mempunyai hasrat biologis juga. Kemudian aku langsung naik ke atas, mengganti daster yang aku pakai dengan pakaian jeans dan baju kaos dan daster yang barusan kupakai kuletakkan kembali ke lemari kakek Senen dan aku menunggu di teras ditemani oleh Lanang. Tidak lama kakek Senen datang dari kebun dan kira-kira lima belas menit aku pamitan pulang. Karena kesibukan di rumah dan orang tuaku lagi kurang enak badan sehingga aku lupa janjiku dengan Lanang, baru hari ketiga aku teringat.

“Oh iya aku jadi lupa…aku ingat bahwa aku ada janji dengan Lanang dan kakek untuk ke kebun” pikirku

Dengan berdali mau ke rumah teman yang sudah lama tidak ketemu, aku titipkan anak-anakku rumah adikku.

Setelah sedikit membeli belanjaan dan kue-kue, aku naik ojek menuju kebun kami. Tidak beberapa lama aku sampai di kebun kakek. Jam baru menunjukan angka 8.30 wib, kulihat kakek Senen sudah siap-siap akan membersihkan rerumputan. Luas kebun kami 1,5 hektar, lumayan besar dengan berbagai hasil kebun yang ditanam kakek Senen.

“Pagi kek!” sapaku

“Hey….Martini, tumben datang lagi?” sahut Kakek Senen.

“Lagi pengen ke kebun saja kek…habis kalau sudah pulang ke Jakarta sudah tidak bisa lagi, mungkin juga waktu lama.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *