Cerita Seks Dewasa Menembus Batas Klimaks Part 3

Aku yang sudah terbakar birahi terpaksa memenuhi keinginannya, ketika aku tengah jongkok diantar kakinya, Reno yang sedari tadi duduk di sofa mengamati kami, sudah berada di sampingku, dia ikutan telentang di samping kakaknya dengan kejantanan yang sudah tegak menantang. Seks 

Sembari mengulum kontol Angga, kuremas dan kukocok kejantanan adiknya, dua kontol yang berbeda bentuk dan ukuran berada dalam genggaman kekuasaanku. Meskipun menyolok perbedaannya, tapi keduanya seakan saling melengkapi, yang satu besar dan pendek sedangkan lainnya kecil tapi panjang, kalau digabungkan tentu akan menimbulkan kenikmatan tersendiri.

Bergantian kontol kakak beradik itu mengisi dan mengocok mulutku, mereka mendesis nikmat bergairah, akupun melayani dengan tak kalah gairahnya, perbedaan yang menyolok itu semakin menambah sensasi dan erotika pada diriku, bisa dibayangkan betapa nikmatnya kalau kontol itu bergantian mengocok memekku, membayangkan saja aku sudah semakin terbakar nafsu.

“Siapa duluan” tantangku setelah aku telentang diantara kedua bersaudara itu, sengaja kubuat suasana lebih liar meskipun aku tahu pasti bahwa sekarang giliran Angga. Kalau disuruh pilih, aku lebih suka Angga duluan supaya masih bisa merasakan “kebesaran” kejantanan adiknya setelahnya. Harapanku terkabul ketika Angga sudah berada di antara kakiku.

“Jangan posisi gini dong, aku susah nih” kata Reno lalu dia minta kami untuk ber-dogie.

Reno duduk di atasku saat kakaknya berada di belakang, kontolnya tepat berada di wajahku. Ketika kakaknya mulai mendorong masuk kejantanannya, masuk pula kontol adiknya di mulutku, dua kontol bersaudara yang berbeda itu mengisi kedua lubang kenikmatan tubuhku bersamaan dari arah yang berbeda. Dengan posisi seperti ini, aku lebih suka kontol Angga yang dimulut dan adiknya di memek, tapi itu tinggal tunggu waktu saja.

Sodokan Angga dari belakang semakin lama semakin cepat dan keras, berkali kali kontol Reno terpental dari mulutku saat kakaknya menghentak tubuhku. Cukup kewalahan aku menghadapi sodokan liar dari belakang sambil mengulum kontol gede yang ada digenggamanku, justru aku lebih banyak memainkan lidahku menyusuri sekujur daerah kejantanannya. Seks 

“Bang gantian dong” pinta adiknya, meskipun mereka chinese, tapi Reno lebih sering memanggil kakaknya hanya nama atau Abang, mungkin karena mereka Chinese Medan. “Sebentar lagi” balas kakaknya.

Beberapa saat berlalu, Angga masih belum ada tanda memberi giliran pada adiknya, tak mau menunggu lebih lama lagi, Reno bergeser ke bawah dan berlutut disamping kakaknya, menunggu giliran dan ternyata si kakak mengalah, dicabutnya kontolnya dan dia bergeser sedikit memberi ruang adiknya untuk menyetubuhiku dari belakang. Angga tetap berada disamping adiknya yang tengah mengocokku sambil mengelu elus punggungku.

Beberapa menit berlalu, apa yang tidak kubayangkan sebelumnya terjadi, ternyata mereka bergantian mengocokku dari belakang. Beberapa menit Reno mengocokku lalu diberikannya kesempatan berikutnya pada kakaknya, begitu sebaliknya.

Aku yang mendapat kocokan berurutan dari dua kontol yang berbeda dan saling melengkapi, tak ayal lagi menggeliat dan menjerit histeris dalam nikmat yang tak terhingga, apa lagi saat pergantian yang begitu cepat, hanya dalam hitungan detik kontol yang mengisi dan mengocok memekku berganti, tentu saja otot memekku tak sempat berkontraksi menyesuaikan diri, tapi kedua kontol itu saling melengkapi, menggesek daerah yang tidak tersentuh lainnya, sungguh pengalaman baru bagiku

Desahan dan jeritan tak henti hentinya keluar dari mulutku, aku meracu dalam kenikmatan yang teramat sangat hingga tak dapat kubendung lagi ketika dorongan kuat dari dalam tubuhku menimbulkan denyutan denyutan hebat pada memek, akupun orgasme tak lama kemudian tak lebih dari 15 menit setelah mereka mengocok bergantian. Jeritan histeris orgasmeku hanya ditanggapi dengan senyum kemenangan, mereka meneruskan kocokannya tanpa menurunkan tempo permainan, entah sudah berapa kali bergantian.

“Kalau capek bilang aja, kita istirahat dulu” kata Reno sambil mengocokku, tentu saja aku tak mau, disamping tak ingin kehilangan kenikmatan yang sangat hebat ini, akupun gengsi untuk mengakuinya. “Kalian memang kakak beradi gila” teriakku disela sela desahan.

Setelah berlangsung beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini aku diatas memegang peranan, kuminta mereka berjejer telentang, segera kunaiki tubuh Angga. Sedetik setelah kontolnya melesak dalam memek, aku langsung bergoyang pinggul dengan cepatnya, kami sama sama mendesis, tangan Angga meremas remas buah dadaku dengan kerasnya.

Tak lebih 3 menit saat Angga mulai mendaki menuju puncak kenikmatan, dengan gerakan spontan kucabut kontolnya dan langsung duduk di atas adiknya, tak kuhiraukan teriakan protes darinya.

“Emang enaak” godaku sembari melakukan goyangan yang sama pada Reno, dan hal yang sama pula kulakukan padanya untuk berpindah lagi ke kakaknya. Memang nikmat tapi bagiku lebih capek karena harus berpindah dari satu ke lainnya, tapi sensasinya mengalahkan segalanya.

Setelah beberapa kali berpindah, Angga bangkit, berdiri dan menyodorkan kontolnya di mulutku disaat aku tengah mendaki puncak kenikmatan bersama adiknya.

Inilah yang kutunggu sedari tadi, kontol gede di memek dan kontol panjang di mulut, keduanya mengocokku bersamaan. Kontol gede yang tertanam di memek terasa agak menghalangi gerakanku tapi tak kuhiraukan, justru semakin nikmat rasanya, apalagi kocokan di mulut tak pernah berhenti sambil sesekali disapukan ke wajahku.

Dengan posisi ini ternyata aku juga tak bisa bertahan lebih lama, kenikmatannya terlalu sayang untuk ditahan tahan, dan jebollah pertahananku untuk kedua kalinya. Kulepas kontol Angga dari genggamanku dan kutelungkupkan tubuhku di atas dada bidang Reno, ingin kunikmati denyutan orgasmeku dalam dekapannya. Seiring dengan habisnya denyutan di memekku, habis pula tenagaku, akupun terkulai lemas telentang disamping Reno.

Tanpa memberiku istirahat, Angga sudah ambil posisi bersiap melanjutkan gilirannya, tak dipedulikan isyarat kelelahanku, kontolnya dengan mudah kembali mengisi relung relung memek yang habis berdenyut hebat, dengan sisa sisa tenaga yang ada, kucoba mengimbangi kocokannya yang langsung keras dan tak beraturan.

Episode babak awal terulang lagi, bergantian kedua bersaudara itu mengocokku, akupun dengan cepatnya melambung setinggi awan kenikmatan, terlupakan sudah rasa capek yang menyelimutiku, rasanya ada tambahan energi yang timbul dari dalam didorong sensasi yang teramat hebat.

Jerit dan desahku kembali terdengar dengan keras lepas, antara besar pendek dan kecil panjang berurutan mengisi dan keluar masuk memekku, tak ayal lagi orgasmeku pun datang dengan cepatnya, entah untuk keberapa kali aku tak bisa menghitungnya lagi, apalagi mereka tak mempedulikan teriakan teriakan kenikmatan orgasmeku.

“Udah udah.. Istirahat dulu.. Ampun deh” desahku akhirnya harus mengakui kehebatan kedua bersaudara itu.

Angga yang sedang mengocokku menghentikan kocokannya dan mencabut keluar, tapi adiknya tak mau melihat liang memek yang kosong, segera digantikannya posisi kakakknya. Angga bergeser ke atas, menyapukan kontolnya yang penuh lendir memek ke wajah sembari mengocok dengan tangannya.

Tak lama kemudian, menyemburlah sperma mengenai wajah dan rambutku, dipaksakannya kontol yang sedang berdenyut itu masuk ke mulutku, rasanya tak ada dayaku untuk menolaknya setelah apa yang telah kudapatkan darinya, dan masuklah kontol dengan spermanya kedalam mulutku, sisa sisa sperma masih mengalir deras membasahi tenggorokanku, tertelan masuk.

Reno menghentikan gerakannya saat melihat bagaimana kakaknya mengeluarkan spermanya di wajah dan mulutku, namun dilanjutkan dengan sodokan yang semakin cepat. Tiba tiba dia menarik kontolnya dan segera mengangkangkan kakinya di atas mukaku, meniru kakaknya, disapukan kontol yang basah ke mukaku yang masih belepotan sperma Angga.

Ketika kumasukkan kontol itu ke mulutku, langsung menyemprotkan sperma, tak ayal lagi hampir semua sperma yang disemprotkan tertelan ke masuk. Angga dan adiknya bersama sama menyapukan kontol mereka yang mulai melemas ke wajahku dengan senyum kemenangan.

“Tak kusangka ternyata Lily yang kukenal selama ini begitu hebat di ranjang” komentar Reno sambil menyapukan kontolnya.

Aku diam saja sambil menjilati sisa sisa sperma yang masih ada di batang kontol mereka. Akhirnya kami bertiga terkulai lemas telentang berjejer di atas ranjang.

Berkali kali Reno memuji kehebatan permainan ranjangku dan berkali kali pula dia menyatakan ketakjuban dan kekagetannya melihat permainan yang aku suguhkan, hampir tak percaya dia melakukannya denganku, yang selama ini dianggap seorang yang cukup dewasa dan terkesan seperti orang rumahan, seperti dalam mimpi.

Tak mungkin percaya kalau tak mengalaminya sendiri, Angga hanya mengiyakan celotehan adiknya yang Play Boy itu, seperti anak mendapat mainan baru yang hebat.

Setelah beristirahat cukup lama, kami melakukannya lagi di sofa, hampir dengan pola permainan yang sama, bergantian berurutan, meski dengan posisi yang berbeda beda.

Kami melakukan 2 babak lagi sebelum Angga pulang meninggalkan aku dan adiknya bermalam di hotel, aku sangat tak keberatan menemani Reno hingga pagi dan kami memang menghabiskan sisa malam dengan segala nafsu birahi penuh gairah, seperti tidak bercinta dengan tamu melainkan dengan seorang pacar, apalagi postur tubuh Reno yang memang menggugah naluri birahi wanita normal.

Tak terhitung lagi babak demi babak yang kami lewati hingga kelelahan menjelang pagi bersamanya. Nafsu Reno sangatlah besar, sepertinya tak mau membuang kesempatan yang datang sekali seumur hidup, tak pernah dibiarkan aku sedetik menganggur, selalu saja dia minta lagi dan lagi, kalau aku menolak dia yang melakukan oral pada memek, tentu saja gairahku segera timbul lagi untuk melayaninya.

Keesokan harinya setelah menjalani 1 babak saat bangun tidur, kami check out, dia mengajakku mampir ke rumahnya di kawasan Darmo Satelit yang juga rumah Angga karena dia memang masih tinggal bersama kakaknya itu, sebenarnya aku agak segan ke rumahnya, rasanya nggak ada muka untuk ketemu Silvi tapi Reno memaksaku dan berhasil meyakinkan kalau jam segini Silvi tidak ada dirumah.

Ternyata Silvi menyambut kedatanganku, rupanya dia sedang di rumah sehabis dari salon, dengan sumringah wajah cantik nan ceria itu mempersilahkan aku masuk setelah kami berciuman pipi, padahal semalam pipi itu berlumur sperma suaminya dan juga adik iparnya.

“Kudengar kalian bertiga semalam ada pesta di Sheraton, pestanya siapa sih?” tanyanya sambil lalu seraya membikinkan aku makan siang, dia tahu pasti aku menyukai Kwe Tiaw bikinannya.

Angga datang tak lama kemudian ketika kami tengah makan bersama, diapun ikutan makan siang, berempat kami mengelilingi meja yang penuh masakan bikinan Silvi, pasti dia tak pernah menyangka bahwa dua laki laki dirumahnya yang kini duduk dihadapannya telah meniduriku semalam, bersamaan malah.

Sehabis makan, Angga dan Silvi kembali pergi lagi meninggalkan aku dan Reno, sekali lagi kami melakukannya 1 babak di kamar Reno sebelum dia mengantarku pulang.

“Nanti aku transfer saja, bisnis is bisnis” kata Reno sebelum meninggalkanku.

Di kamar kos, aku ingin merenung tentang apa yang telah kuperbuat dengan kedua sobatku, tapi tak pernah terjadi renungan itu karena bookingan lain telah menunggu.

Itulah kedekatanku dengan keluarga Angga, suatu persahabatan yang diawali ketulusan tapi kini telah ternoda oleh bisnisku, aku merasa bersalah setiap kali melihat wajah innocent Silvi yang cantik. Tapi itu bukan salahku, tapi salah suami dan adik iparnya, aku toh hanya seorang call girl yang bersedia diajak ke ranjang oleh siapa saja yang bisa membayarku, hibur hatiku setiap kali perasaan bersalah menggelayut dihatiku. Dan prinsip itu semakin menyeretku semakin dalam ke pusaran persahabatan yang ternoda.

Tak terhitung lagi aku “berbisnis” dengan Angga maupun Reno ataupun keduanya, bahkan Reno dengan bangganya memperkenalkanku pada teman temannya, tentu saja menambah jaringan tamu langgananku.

Tak dapat kuhindari kalau kemudian Reno seperti ketagihan akan pelayananku, terutama dia sangat menyukai saat mengeluarkan spermanya di mulut dan wajahku, paling tidak seminggu sekali dia mem-booking-ku.

Hingga saat aku tinggal di Jakarta kini, kami sering berhubungan lewat telepon, terutama dengan Silvi, seakan dia tidak pernah tahu apa yang telah kuperbuat dengan kedua laki lakinya. Entahlah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *