Perundungan seksual adalah bentuk pelecehan yang melibatkan perilaku atau tindakan yang tidak diinginkan atau tidak pantas secara seksual terhadap seseorang. Bentuk perundungan ini dapat meliputi komentar yang tidak senonoh, insinuasi seksual, pelecehan fisik, atau ancaman untuk memaksakan hubungan seksual. Perundungan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan kerja, tetapi juga dalam berbagai konteks sosial seperti sekolah, transportasi umum, dan ruang publik lainnya.
Korban perundungan seksual sering kali merasakan dampak psikologis yang serius, termasuk stres berkepanjangan, gangguan kecemasan, penurunan harga diri, dan dalam kasus yang lebih parah, depresi atau PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder). Korbannya mungkin merasa terisolasi, malu, atau takut untuk melaporkan insiden tersebut karena takut tidak dipercaya atau menghadapi retaliasi.
Pencegahan perundungan seksual memerlukan komitmen dari individu, organisasi, dan masyarakat secara keseluruhan. Langkah-langkah yang dapat diambil termasuk pendidikan tentang kesetaraan gender dan penghormatan terhadap keberagaman, pelatihan untuk mengenali dan melaporkan perilaku perundungan, serta kebijakan yang jelas dan prosedur untuk menangani keluhan.
Penting juga untuk memperkuat budaya organisasi yang mendukung untuk mencegah perundungan seksual, dengan mempromosikan komunikasi terbuka, dukungan kepada korban, dan akuntabilitas bagi pelaku. Hal ini tidak hanya melindungi individu dari bahaya perundungan seksual, tetapi juga membangun lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua orang.
Di tingkat masyarakat, kita perlu terus membangun kesadaran tentang dampak negatif dari perundungan seksual dan pentingnya menghormati batas pribadi serta memperlakukan semua orang dengan rasa hormat. Hanya dengan upaya bersama dan komitmen yang kuat, kita dapat mengurangi prevalensi perundungan seksual dan menciptakan dunia di mana setiap individu dapat hidup tanpa takut menjadi korban pelecehan.