Cerita Sex : Tanah Papua Dosen Nakal Part 3

Yunus melakukan seperti yg kuinginkan. Dia meremas dengan keras dan cepat. Pijitannya terasa begitu liar dan penuh nafsu. Daging kenyalku yg memenuhi seluruh telapak tangannya jadi tdk berbentuk lagi. Kadang mencong ke kanan, kadang ke kiri. Beberapa kali juga tergencet ke bawah, atau terlontar ke atas. filmbokepjepang.net Bahkan tak jarang, saling bertabrakan bertemu di tengah dengan puting mungil yg sudah tegang mencuat, saling menempel dan menyapa akrab. Sungguh sangat nikmat sekali rasanya.

”Ahhh… pak, ya… ya… begitu!” Birahiku makin menyala merasakan sentuhan nya. Sex 

“Ughh… tekan lebih keras, pak. Ughhhh… lebih keras lagi. Ahhhhh…” aku mendesah tak karuan.

Mataku terpejam, sementara tanganku masih terus meremas dan mengusap-usap kontol Yunus yg kini terasa mulai sedikit padat, meski masih jauh dari kata bangun.
”Sini juga, pak.” kuraih tangannya, kubimbing menuju pangkal pahaku. Kugosok-gosokkan tangan itu disana.

Aku tersentak sendiri saat kakasaran telapak tangan Yunus menjamah bulu-bulu halus di sekitar memekku. Apalagi saat jemarinya mulai mengusap dan menyodok-nyodok kasar, aku makin melenting. Rupanya, dia pintar juga merangsang wanita meski kontolya impoten.

Impoten?

Kurasa tdk. Benda itu kini sudah menegang dan mengeras sedikit, sudah lumayan kelihatan bentuknya meski masih terasa layu.

Aku jadi makin bersemangat. Kuremas dan kuusap-usap makin cepat. Sepertinya kontol itu bisa dibangunkan. Agak sulit memang, tapi tetap bisa. Hanya perlu usaha sedikit lebih keras daripada biasanya.

Di sisi lain, aku juga harus membagi konsentrasi dengan kocokan Yunus di pangkal pahaku. Tangan laki-laki itu kini menusuk dan mengorek-ngorek disana. Bergerak liar bagaikan mencari sesuatu. Saat sudah menemukan klitorisku, dia berhenti. Aku langsung merintih dan mengejang-ngejang saat Yunus tiba-tiba memijit dan memencet-mencetnya.

”Oughhh,” mataku terpejam.

”Tdk sakit kan?” tanyanya sambil terus memijit.

Aku menggeleng.

”E-enak… banget, pak! Terus, oughhhh… terus! Begitu… ya, aduduh!” rintihku sambil menggigit bibir. Sex 
Tubuhku terasa lemas karena saking nikmatnya. Kurangkul tubuh Yunus agar aku tdk sampai jatuh. Pinggulku bergerak mengejar arah gosokannya.

Sementara Yunus, sambil terus mengocok, juga memelintir dan memilin-milin putingku, membuatku makin bergetar dan mengerang keenakan.

”Uhh.. uhh..” aku mendekapnya semakin erat.

Pinggulku berputar ingin menghindar, tapi tdk bisa. Kocokan Yunus mustahil untuk dihindarkan, rasanya begitu nikmat.

Melihatku yg mendesah-desah dan menggelinjang tak karuan hanya dengan gosokan tangan, membuat Yunus bertanya.

”Tadi belum tuntas ya, mbak, sama suami?”

Aku mengangguk mengiyakannya. Kuharap dengan begitu dia akan membantu memuaskan hasratku yg sekarang sudah meledak-ledak tak terkendali.

Dan Yunus rupanya mengerti. Dia mempercepat pijatan jari telunjuk dan ibu jarinya pada klitorisku, membuat pinggulku makin bergetar dan melonjak-lonjak liar. Di atas, dia juga meremas payudaraku semakin keras, sambil terus mengelitik dan mengusap-usap putingnya yg kini sudah semakin tegak mengacung. Aku jadi makin tak tahan. Kudekap tubuh laki-laki itu semakin erat sambil kusandarkan kepalaku ke bahunya.

”Auw!” Yunus menjerit saat tanpa sengaja kugigit bahunya.

Salah sendiri, kenapa dia mencobloskan jari tengahnya ke liang memekku dengan tiba-tiba.
Aku membalasnya dengan menarik kontol laki-laki itu kuat-kuat.

”Auw!” Yunus kembali menjerit.

Batangnya kini sudah semakin keras dan tegak. Ukurannya juga sudah membengkak tiga kali lipat. Belum ngaceng sepenuhnya tapi tanganku sudah kesulitan menggenggamnya. Terbukti, Yunus memang tdk impoten. Dia cuma sulit ngaceng saja. Dengan rangsangan yg tepat, kontol laki-laki itu masih bisa berdiri normal.

Setengah membungkuk, kuperhatikan kontol hitam yg pendek namun gemuk itu. Ujungnya tampak menggelambir, tdk disunat. Aku jadi penasaran, bagaimanakah rasanya? Dengan gemas, aku terus mengocok dan meremas-remasnya hingga benda itu jadi semakin kaku dan menegang.

”Ughh,” rintih Yunus, tampak sangat menikmati. Sebelah tangannya kini meraba-raba bokong bulatku, menggosok dan mengusap-usap belahan pantatku yg halus dan mulus.

Di sisi lain, aku makin terpesona oleh kejantanan Yunus. Benda itu terus membesar dan makin membesar, sampai aku sudah tdk sanggup lagi menggenggamnya. Rasanya juga semakin kaku dan keras, seperti memegang tonggak batu. Terpesona, aku menghentikan kocokanku dan memandanginya. Sekarang tanganku cuma memijit dan mengusap-usapnya pelan.

”Ada apa, mbak?” tanya Yunus. Dia masih terus meremas bokong dan payudaraku.

“Yg begini ini bapak sebut impoten?” aku kembali mengocok kontol itu.

“Dulu bisa lebih besar dan panjang,” sahut Yunus.

“Ah, benarkah?” entah kenapa, ada sedikit rasa menyesal di hatiku, kenapa baru berjumpa kontol super ini sekarang, setelah masa kejayaannya lewat? Tapi tak apalah, itu juga masih lumayan, daripada tdk sama sekali.

”Tdk menyesal aku pilih bapak.” bisikku dengan birahi semakin menggelegak.

Kugenggam kantung kemih Yunus dan kugosok dengan binal. Tak sabar rasanya aku menunggu kontol besar itu merobek dan menusuk-nusuk selangkanganku. Pasti akan sangat nikmat sekali rasanya.

“Pak!” aku sedikit terjengit saat jari telunjuk Yunus menyelip di belahan pantatku dan menyentuh pelan bibir kemaluanku.

Tak ingin dikerjai lagi, aku segera merebahkan tubuhku dan membuka pahaku lebar-lebar. Yunus tampak terkesima memandangi tubuh mulusku, terutama memekku yg sempit kemerahan. Bulu-bulu halus yg tumbuh di sekitarnya, tampak sudah basah, seperti pepohonan tersiram hujan.

”Ayo, pak. Cepat lakukan, aku sudah tak tahan.” pintaku sambil menggerakkan pinggul berputar-putar.
Mengangguk, Yunus menjilati kemaluanku sebentar sebelum akhirnya memegang kontolnya dan mengarahkannya tepat ke bibir memekku. Dia mendorongnya pelan. Terasa kekerasan ujung batangnya saat menyentuh gerbang kewanitaanku, membuatku bagai tersengat listrik.

”Aduh,” aku mendesis. Benda itu terasa begitu besar bagi memekku yg sempit. kontol itu jadi macet, tersangkut.

”Tahan ya, mbak.” kata Yunus sambil terus mendorong.

Aku memejamkan mata. Aku ingin merasakan kontol itu menari-nari di dalam liang memekku, tak peduli bagaimana pun rasanya.

”Tekan terus, Pak.” sahutku sambil mendesah, benda itu masih nygkut.

”Ayo. Tekan lagi, Pak” aku memberikan semangat sembari tangan kananku merangkul leher orang tua itu.

Birahiku sudah tak tahan menuntut pelampiasan.

”Mbak nggak sakit?” tanya Yunus merasakan kemaluanku yg sempit sekali.

”Tdk apa-apa, ayo tekan lagi!” aku meminta.

”Baik, mbak.” dia kembali menekan dengan lebih keras.

Terasa topi bajanya sudah berhasil menelusup benteng pertahananku.

”Agghh…” aku agak menggelinjang merasakan ganjalan di mulut rahimku.

”Te-terus, Pakk! Oohh…” menarik nafas panjang, kucoba bertahan menahan ganjalan tongkat yg kekerasan dan ukurannya lebih dari yg biasa kurasakan.

Blesss! Dua pertiga lebih batang kemaluan Yunus sekarang masuk.

”Aduduh,” aku sedikit memekik sambil menahan perutnya, mencegah hujaman lebih lanjut.
Aku khawatir kebesaran kontol itu tdk mampu kulayani.

”Bagaimana, mbak?” Yunus membiarkan sejenak kejantanannya di dalam, menikmati kehangatan memekku yg terasa berkedut-kedut ringan.

”Hhhhh… sebentar, Pak. Sebentar…” aku menarik nafas dalam-dalam menahan ganjalan besar di rahimku yg seolah-olah menyumbat jalan pernafasan.

Aku berjuang keras agar bisa menikmati permainan itu.
Yunus mengangguk mengerti.

”Ahhh…” aku menggelinjang saat merasakan batang kejantanan laki-laki itu tiba-tiba bergerak seolah menyentak-nyentak liang memekku.

”A-apa yg bapak… lakukan?” tanyaku sambil merem melek keenakan.

Ternyata Yunus mulai mempraktekkan teknik kegelnya, yaitu mendenyut-denyutkan batang kemaluannya tanpa menggerakkan badan, seperti orang menahan kencing. kontol laki-laki itu menyentak-nyentak di lubang kewanitaanku. Aku jadi makin tersengat lemah tak berdaya. Kuresapi kenikmatan denyutan tongkat itu sambil kudekap tubuh kurus Yunus sebagai pegangan.

”Bagaimana, mbak?” kembali dia bertanya.

”Ehm, iya… tekan lagi, Pak. Sudah lumayan enak sekarang.” sahutku pelan.
Yunus mematuhinya dengan kembali menekan kontolnya pelan tapi kuat.

”Ugh. Iya gitu…” nafasku kembali tersedak.

”Terus, pak! Oohhh…” aku mendesah.

Tubuhku mulai mampu menerima tusukannya. Perlahan tapi pasti birahiku yg sangat menuntut pelampiasan menjadikan kemaluanku mampu meredam geliatan tongkat Yunus yg keras dan tajam itu.
Kini, kontol itu sudah masuk seluruhnya. Aku menghela nafas lega, sementara laki-laki tua itu tersenyum keenakan. Dia pun mulai mengayuh perlahan-lahan. Tusukannya pelan tapi kuat. Tiap tiga genjotan, Yunus seperti sengaja menekan agak kuat. Aku jadi tak tahan.

“Ohhh… sayang, tusuk lebih keras!” bibirku mulai ngaco menyuarakan ledakan birahi.

”Hhhh.. ya begitu! Aduh! Aduduh!” rintihku saat Yunus memenuhi permintaanku dengan mendorong batangnya keras-keras, membeset dinding dan pangkal kemaluanku.

“Mbak tdk apa-apa?” tanyanya ketika aku agak terlonjak saat menerima hujamannya yg kesekian kalinya.

Seluruh tubuhku semakin bergelinjang keras. Pinggulku mulai berusaha mengejar dengan liar kemana larinya tongkat laki-laki itu.

”Sshhhhh… Sshhh…” aku mendesah keras, rasa ingin orgasme mulai menjalari seluruh tubuh mulusku.
Kepalaku terdongak, mataku terpejam, sementara wajahku memerah semakin sayu. Nafasku yg berat sudah terengah-engah. Mulutku terbuka lebar mencoba menggapai oksigen sebanyak-banyaknya akibat jalan nafasku yg terasa tersumbat. Kedua tanganku mencoba bertahan menggayut di leher laki-laki itu.
Yunus tersenyum. Tanpa perlu bekerja terlalu keras, dia sudah bisa mengantarku mencapai titik akhir pendakian. Mendengar desahanku yg semakin tak terkendali, tangan kanannya segera meraih bokongku dan membekapnya kuat-kuat.

”Mbak, oughhhh…” dia menghujamkan kontolnya dalam-dalam.

”P-pak… aduh! Hhhhhh…!” aku cuma bisa melenguh menerimanya karena pinggulku tak berdaya untuk melarikan diri. ”Pelan-pelan saja, Pak! Oughhhhh…” Yunus kembali menusuk, kali ini lebih keras.

Tangan kanannya juga semakin erat mencengkeram bokong telanjangku.

”Agkhhhh…!” kepalaku sampai tersentak ke belakang, hampir saja membentur batang pohon.

Terasa bagian bawah tubuhku mengejang dan menggelinjang. Cairan lendir menyemprot dari dalam liang senggamaku. Aku melenguh, tapi Yunus tdk mempedulikannya. Dia terus menggenjot tubuhku, bahkan semakin cepat. Juga dalam. Sampai rasanya mentok ke dinding kemaluanku.

Aku menggelantung lunglai mendekap leher laki-laki tua yg tadi mengaku impoten itu. Orgasmeku sudah berhenti mengalir, tapi Yunus terus menghujam lorong kemaluanku. filmbokepjepang.net Dia terus mendorong dan menusuk sambil berpegangan pada bongkahan payudaraku yg bulat dan sekal. Aku jadi merasa lemas. Tubuhku seperti tdk bertenaga lagi, sementara pikiranku terbang ke awang-awang menjemput kepuasan birahi. Aku lupa diri!

Yunus tersenyum puas memandangi wajahku yg kuyu memelas. Aku mengernyitkan mata dan mendesah keras setiap kali hujaman kontolnya menusuk keras. Laki-laki itu terus mengayuh perlahan namun penuh tenaga.

“Ohhh.. Pak! Oohhh… sudah, Pak! Oghhhhhh…!” aku menceracau lepas kendali, tersiksa oleh deraan kenikmatan yg kembali dan kembali menghempas tubuhku.

Lenganku sebisa mungkin bergelayut di leher Yunus agar tdk jatuh. Dia berhasil memaksaku kembali merasakan gairah.

Yunus membantu dengan memeluk tubuh sintalku. Tangan kirinya membelit dari pundak menyilang ke ketiakku, sementara tangan kanannya kembali mencengkeram pantat telanjangku, menahannya agar tdk merosot jatuh. Kuku jarinya setengah dicakarkan ke belahan pantatku yg sudah sedemian panas membara. Beruntung tongkatnya yg sedemikian keras mengganjal kuat, membantu tubuh mungilku agar tdk merosot.

Yunus menunduk dan menggigit lembut bibir tipisku.

”Pak, oghhhh… mmphhhh!!” aku spontan bereaksi membalas ganas sentuhan bibir pria itu dengan mengulum dan menghisapnya kuat, mengemot mulut yg bau tembakau itu dengan penuh semangat. Lidahku menjelajah kemana- mana hingga sejenak aku lupa kalau di kemaluanku masih ada tongkat kerasnya yg mengganjal.

”Mbak, mmpmhhh…” Yunus membalas kulumanku yg penuh gairah dengan menjulurkan lidahnya dan mengemot mulutku semesra mungkin.

”Oh, orang tua ini… nikmat juga ciumannya,” benakku menerawang meresapi kemesraan yg kuperoleh.
Yunus kembali menunjukkan nafsunya dengan mengulum lebih keras, seraya mendekap tubuh dan bokongku yg bulat. Aku jadi makin terlena oleh kemesraannya. Panasnya birahi membara yg tadi sempat terputus dengan Yondi seolah-olah mendapatkan pelampiasan. Hasratku bagai disirami air sejuk kemesraan oleh dekapan dan ciuman panas Yunus, orang tua kurus yg seumuran dengan ayahku.

Aku jadi lupa segalanya hingga tak sadar kalau laki-laki itu ternyata sudah orgasme di dalam kemaluanku. Air maninya yg kental moncrot memenuhi liang rahimku.

”Ahhh…” aku shok merasakan lubang memekku yg jadi basah membanjir.

Dengan wajah sayu aku membuka mata dan memandang wajah Yunus yg tengah memancarkan paras penuh penyesalan.

”Maafkan saya, mbak. Saya sudah nggak kuat menahan.” ucap laki-laki itu.

Seharusnya dia menumpahkan spermanya di mulutku untuk menghilangkan teluh, bukan malah di dalam memek seperti sekarang ini.

”Terus bagaimana sekarang, Pak?” aku jadi bingung.

”Emmm… ya mbak harus bersetubuh lagi dengan laki-laki lain. Kita barusan sama saja dengan mencemari pohon ini. Mbak sekarang dilaknat dobel.” terangnya.

”Ahh, aku tdk mau!” gila apa? Masa harus main seks lagi? Aku sudah capek. Memekku sudah panas.

”Ini kan karena kesalahan bapak!” kutatap tajam matanya.

”Iya, mbak. Bapak minta maaf. Tapi mau bagaimana lagi, kita sudah telanjur melakukannya.”
Perasaanku campur aduk, antara bingung dan marah.

“Tdk! Pokoknya bapak yg harus bertanggung jawab!” aku berteriak frustasi.
Yunus mengambil celana dan mengenakannya.

“Saya pasti bertanggung jawab, mbak. Tunggu disini, saya panggilkan teman-teman saya untuk membantu mbak meluruhkan kutukan itu.”

“Eh, pak, tunggu..” dan sebelum aku sempat mencegah, laki-laki itu sudah bergegas pergi.

Meninggalkanku sendirian meratapi nasib. Haruskah aku melayani 2 orang lagi untuk menghilangkan kutukan itu? Apakah itu sepadan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *