Cerita Sex : Tanah Papua Dosen Nakal Part 2

Dimana?” Yondi menuntut.
Aku segera memutar otak.

”Carilah tempat yg bagus di hutan. Kalau sudah ketemu, panggil aku dengan siulan.” cetusku.

Yondi segera melakukannya. Pura-pura ingin kencing, dia turun dari mobil dan pergi ke semak-semak di tepi jalan. Tdk melangkah terlalu jauh, dia sudah menemukan tempat yg cocok. Di bawah sebuah pohon Gaharu besar, tampak hamparan rumput halus yg empuk dan rata. Semak perdu rapat tumbuh di sekelilingnya, melindunginya dari pandangan orang di jalanan. Benar-benar tempat yg sangat sempurna.

”Suiittt..” tak sabar, Yondi segera bersiul pendek memanggilku. Sex 

Setelah memastikan kedaan aman, tdk ada orang yg memperhatikanku, aku pun pergi menyusulnya. Aku kaget saat melihat Yondi sudah menanggalkan celana panjangnya, hanya mengenakan celana dalam dan kaos t-shirt. Rupanya dia memang sudah benar-benar tak tahan.

Yondi segera merangkulku,

”Kamu selalu bisa membuatku bergairah, Min.” bisiknya sambil mengecup belakang telingaku.
Daerah itu memang salah satu area sensitif di tubuhku, dan Yondi mengetahuinya. Dengan cepat, akupun menggelinjang dan balas mendekap tubuh kekarnya.

Tangan Yondi bergerak ke bawah, mengelus-elus paha mulusku sambil mencoba menanggalkan celana pendek yg aku pakai. Saat celana itu sudah jatuh ke tanah, dan aku berdiri cuma dengan bercelana dalam, Yondi langsung membelai-belai kaki jenjangku. Dimulai dari lutut, lalu bergerak naik perlahan ke atas menyentuh pahaku, dan terus naik hingga sampai ke selangkanganku. Tangannya berputar-putar disana, meraba benda mungil yg ada diantara kedua belahan pahaku. Dia seperti ingin merasakan kehangatan gundukan bukit kecil milikku yg masih terhalang secarik kain merah berenda.

”Ahhhh,” mendesah, aku merenggangkan kedua pahaku, memudahkan tangan Yondi untuk melaksanakan tugasnya.

Perlahan, gairahku mulai meletik. Kutarik wajah Yondi , dan segera kelumat bibirnya yg tebal dengan rakus. Lidahku menusuk, membelai dan menari-nari di dalam mulutnya, menjelajah disana dengan mesra.

”Hemph..” merasakan responku yg sangat baik, Yondi makin bersemangat.

Dia kini tdk cuma meraba, sesekali tangannya juga memijit dan mencubit-cubit pangkal pahaku. Jarinya juga sering menyelip, masuk ke belahan kemaluanku yg masih terhalang lipatan celana dalam. Telunjuknya menggosok perlahan-lahan bulu-bulu milikku yg terasa mencuat kasar.

”Aughhhh,” perbuatannya itu membuatku mulai mengerang perlahan.

Aku pun membalasnya dengan memasukkan tanganku ke balik celana dalamnya yg longgar. Dengan penuh nafsu kuraba dan kugenggam kontolnya yg sudah menegang dahsyat. Aku juga meraba dan mengusap-usap biji pelirnya yg mungil kembar. Yondi paling suka kalau aku melakukan ini, belaian pada buah pelirnya. Dia langsung mengerang.

Merasakan seranganku, Yondi membalasnya dengan melancarkan serangan lain yg tak kalah nikmatnya. Kali ini jari tengahnya menelusup masuk ke dalam lipatan kemaluanku dan bergerilya disana. Celana dalamku yg menghalangi, dia geser sedikit ke samping, sekedar memberi jalan bagi jarinya untuk lewat.
Tonjolan klitorisku yg sudah sangat dia kenali, digesek-geseknya dengan mesra. Sambil menggesek, dia juga terus menekan-nekan gundukan kemaluanku hingga aku makin mendesah keenakan. Sementara di atas, lidahnya terus bergerak mengulum bibirku. Yondi melumat dan mencium bibir tipisku habis-habisan.

”Hemphh…!” aku terjingkat saat jemari Yondi menyentil klitorisku. Dan dia terus melakukannya. Semakin aku terjingkat, semakin dia menyentil lebih keras. filmbokepjepang.net Aku yg tdk tahan, membalasnya dengan melakukan serangan brutal pada kontolnya yg berada di dalam genggamanku. Kupencet benda itu keras-keras hingga Yondi mengaduh kesakitan.

”Aduduh, Min. Sakit!” rintihnya, tapi tetap tersenyum. Sex 

Kurasakan batang itu semakin mengeras dan membengkak dalam genggamanku. Saat aku menggosok dan menarik-nariknya, benda itu juga terasa berdenyut-denyut ringan, membuatku jadi makin suka. Aku terus membetot-betotnya selama Yondi terus menyentil-nyentil klitorisku. Dia menyentil keras, aku juga menarik keras. Dia menyentil ringan, aku tetap menarik keras, hehehe… pokoknya dia terus kuserang sampai menyerah.

Tak lama, konsentrasi Yondi mulai lepas. Serangannya pada klitorisku terasa semakin melemah dan akhirnya berhenti sama sekali. Bahkan ciumannya juga ikut berhenti. Dia sekarang cuma berdiri lemas dengan mata merem melek keenakan menikmati pijitan jari-jari lembutku pada kontolnya yg tegak mengacung. Celana kolornya yg longgar sudah melorot sejak tadi.

”Min, aduh.. enak, Min. Uhh.. Uhh.. Terus!” Yondi merangkul leherku, mencoba bertahan.

Tersenyum penuh kemenangan karena sudah berhasil memojokkannya, aku terus melancarkan serangan. Kugenggam kontol Yondi semakin erat sambil terus kukocok cepat. Sesekali aku juga memijitnya keras-keras saat kurasakan tangan nakal Yondi kembali menusuk ke sela selangkanganku. Biji pelirnya yg menggantung bergoyang-goyang tak lupa juga kusambangi. Kuremas benda mungil itu sambil sesekali kucakar dan kucubit pelan, membuat Yondi langsung terjengkit setengah kesakitan setengah keenakan

”Min, lepas…” terengah-engah, laki-laki itu berbisik, memintaku untuk melepas celana dalam.

Aku pun melakukannya. Bahkan tdk cuma celana dalam, semua bajuku kulepas hingga aku telanjang bulat di depannya. Yondi tak berkedip menatap tubuh sintalku. Terutama payudaraku yg bulat dan besar. Sambil memegang dan meremas-remasnya, Yondi juga mencopoti bajunya hingga kini kami sudah sama-sama telanjang.

Menumpuk baju kami sebagai alas, Yondi segera membaringkan tubuhku dan menindihnya. Dengan tak sabar, dia mencoba memasukkan kontolnya yg besar ke dalam kemaluanku. Agak sulit pada awalnya, tapi tetap bisa masuk. Begitu seringnya kami melakukannya hingga aku sudah tdk merintih sakit sama sekali. Yg ada aku malah mendesah karena rasa nikmat yg amat sangat saat kontol besar Yondi menggesek pelan dinding memekku.

”Eggh… Yondi !” bisikku mesra dengan kedua belah tangan membelit lehernya, memantapkan posisi.
Setengah mendekap setengah menggantung.

Di bawah, Yondi sudah langsung menggoyang tubuhnya, padahal kontolnya masih belum masuk seluruhnya. Rupanya dia sudah benar-benar tak tahan setelah tadi kuserang habis-habisan. Yondi menggenjot tubuh montokku dengan cepat. Dorongan dan tarikannya terasa begitu dalam dan liar. Aku hanya bisa menahan setiap desakannya dengan rintihan dan desisan yg makin membangkitkan gairah.

Aku tdk kuasa untuk mengimbangi karena Yondi bergerak dengan sangat cepat,
”Min, aku tdk tahan lagi.” tapi rupanya itu malah membuat Yondi jadi tdk bisa bertahan lama.

”Aku mau keluar!” bisiknya sambil meremas-remas kedua payudaraku yg bergoyang-goyang indah saling berbenturan di depannya.

Aku mengangguk.
”Pelankan goyanganmu.” aku menyarankan.

Aku ingin menikmati persetubuhan itu sedikit lebih lama lagi. Aku masih belum merasakan akan orgasme dalam waktu dekat.

Tapi Yondi sepertinya memang sudah tdk kuat lagi. Biar pun sudah memelankan goyangan, dia tetap tdk tahan. Diiringi dengan hujaman kuat yg dalam dan keras, Laki-laki itu pun memuntahankan laharnya.

”Min, Oughh.. aku keluar.” Yondi mencium bibirku, sementara di bawah, kontolnya masih berkedut-kedut kencang menyemburkan spermanya yg hangat dan kental.

”Maafkan aku,” sesalnya karena tdk bisa mengantarku sampai ke klimaks.
Aku tersenyum dan membalas ciumannya,

”Tdk apa-apa. Masih ada kesempatan lain.”

Kurasakan tubuh kekarnya melemas, dan batangnya yg masih menancap di kemaluanku, perlahan-lahan terasa mengkerut dan mengecil hingga akhirnya lepas dengan sendirinya.

Yondi bangkit dan segera memakai bajunya kembali.

”Tunggu disini lima menit, baru keluar. Aku pergi duluan.” ujarnya sembari memungut BH dan celana dalamku dan membantuku untuk mengenakannya.

”Iya, malah mungkin agak lebih lama. Aku harus mencuci dulu memekku,” kutunjuk sungai kecil yg mengalir tak jauh dari situ.

Yondi mengangguk dan melangkah pergi, kembali ke mobil. Saat melewati semak berdaun kecil yg rimbun, dia tdk menyadari ada sepasang mata yg mengawasinya.

Aku sudah akan beranjak menuju sungai ketika tiba-tiba saja ada seorang lelaki tua muncul dan mengagetkanku.

”Hei, siapa kau!” aku membentaknya sambil berusaha menutupi tubuhku yg masih telanjang.

”Justru saya yg harusnya bertanya, apa yg mbak lakukan dengan laki-laki tadi?” tanyanya dengan sopan tapi tegas.

”Ehm, i-itu suami saya. T-tadi kami… ” jawabku gugup terbata-bata. Aku terpaksa mengakui Yondi sebagai suamiku.

”Apakah mbak baru berhubungan badan dengannya?” dia bertanya lagi.

”Ah, tdk… iya.. tapi..” aku makin bingung. Apakah tadi orang ini mengintip?

”Ngaku saja, mbak. Ini demi kebaikan kita semua.” dia tampak menjilat ludahnya, seperti tergiur melihat kemontokan tubuhku.

”Eh, maksudnya?” aku pun berusaha menutupinya makin erat.

”Tahukah mbak kalau ini adalah pohon keramat?” dia menunjuk pohon besar yg ada di belakangku, tapi matanya tetap mengarah ke tubuhku.

Kutatap pohon itu dan menggeleng.
”T-tdk, pak. Memang kenapa?”

”Mbak telah melakukan sesuatu yg sangat fatal.” Laki-laki itu menggeleng.

”Barang siapa yg melakukan hubungan badan di bawah pohon ini saat bulan purnama, dia akan dilaknat mandul. Tdk punya anak. Tdk punya keturunan!” terangnya.

”Dan sekarang adalah bulan Purnama.” tambahnya kemudian.

Aku mendongak. Kulihat bulatan kuning terang yg bersinar penuh di langit. Aku langsung menggigil.
”Ah, jangan, pak. Aku tdk ingin madul. Aku masih ingin punya anak.” isakku.

”Bukan saya yg menentukan, Mbak. Ini sudah menjadi tradisi turun temurun di desa ini. Salah mbak sendiri, main seks kok sembarangan. filmbokepjepang.net Seperti tdk ada tempat lain saja.” dia malah memarahiku.
Aku masih ingin menikah dan membina keluarga bersama suami saat kembali ke Jawa nanti. Tapi siapa yg akan mau kalau aku mandul? Bayangan itu membuatku menangis sesenggukan.

”Apa tdk ada cara untuk membatalkannya, pak?” aku bertanya dengan suara bergetar.
Takut dengan jawaban yg akan kudengar.

”Ada sih, tapi…” laki-laki itu menggantung jawabannya.

”Apa, pak?” aku bertanya tak sabar.

”Mbak yakin ingin melakukannya?” dia balik bertanya.

”Apapun akan saya lakukan agar tdk mandul, pak.” aku meyakinkan.
Laki-laki itu mengangguk.

”Ada 2 cara…” dia berhenti, seperti ingin menambah tegang suasana.
Aku menunggu. Bahkan caranya tdk cuma satu, tapi 2. Aku kini bisa tersenyum gembira.

”Yg pertama,” laki-laki itu kembali berbicara.

”Mbak bersetubuh lagi dengan suami mbak, disini, dibawah pohon ini, dengan ditonton oleh seluruh warga desa. Kalau sudah selesai, mbak tidur telentang, siap menerima guyuran sperma dari semua laki-laki yg menonton. Silakan mbak gunakan sperma itu untuk mandi agar kutukan di tubuh mbak bisa hilang.”

Mendengarnya, senyum girangku langsung surut. Berubah menjadi umpatan kecil dalam hati. Berat sekali syaratnya. Aku tdk akan sanggup melakukannya. ”Y-yg kedua apa, pak?” aku bertanya, berharap yg ini akan lebih ringan.

”Yg kedua…” laki-laki itu menyeringai.

”Mbak bersetubuh lagi disini, sekarang, tapi dengan laki-laki lain. Tdk perlu ditonton dan mandi sperma. Mbak cukup menelan spermanya saja untuk melunturkan tulah itu.”

Aku menghela nafas.

”Apa tdk ada cara lain, pak? Saya tdk bisa melakukan dua-duanya.” Berat sekali syarat itu.
Bayangkan, aku harus bersetubuh dengan laki-laki lain!

”Terserah mbak. Saya cuma memberi tahu saja.” balas lelaki tua itu, tenang.

”Apa tdk ada cara ketiga, pak, yg tdk pakai hubungan badan?” aku mencoba bertanya, mencari alternatif.

Lelaki itu menggeleng.

”Cuma itu caranya, mbak. Silahkan pilih.”
Aku terdiam. Ini seperti memilih buah simalakama. Dimakan, ibu yg mati. Tdk dimakan, ayah yg mati. Bingung.

”Karena mbak mencemarinya dengan bersetubuh disini, jadi menebusnya harus dengan bersetubuh juga.” jelas pria itu. ”Tdk ada cara lain.” tambahnya.

Aku makin terdiam.
”Silahkan dipilih, mbak. Saya tdk memaksa. Cara pertama atau kedua? Atau malah pilih mandul?” gertaknya.

Aku menggeleng dan menelan ludah dengan berat. Meski tdk mau mengakuinya, aku sadar, aku telah kalah. Kata-kata MANDUL cukup untuk membuatku menganggukkan kepala. ”S-saya pilih yg kedua, pak.” lirihku.

Laki-laki itu menyeringai.
”Ya, aku yakin mbak bisa bersikap bijaksana.”

”A-apakah itu artinya… s-saya harus… bersetubuh dengan… b-bapak?” tanyaku tergagap.

”Tdk harus dengan saya.” sahutnya.

”Yg penting laki-laki lain, selain suami mbak yg tadi. Saya punya banyak teman di mobil, mbak bisa pilih satu.” dia menawarkan.

Aku segera menggeleng, menolak tawarannya.

”Jangan, pak. Bisa-bisa mereka kesini semua.” siapa sih yg akan menolak ditawari tubuh sintal menggoda di tengah hutan seperti ini, setelah berpisah lama dari istri atau pacar.

Itu seperti menawarkan ikan asin pada kucing. Bisa-bisa aku diperkosa rame-rame nantinya.

”Pastinya begitu,” laki-laki itu tertawa, memperlihatkan giginya yg sudah mulai ompong.

Aku memandanginya. Kutaksir umur pria itu sudah lebih dari 50 tahun, terlihat dari rambutnya yg sudah mulai beruban dan memutih, bahkan sudah sedikit botak. Tubuhnya kurus agak kerempeng. Kulitnya hitam legam khas orang Papua. Secara keseluruhan, dia cukup menarik juga.

”B-bagaimana kalau bapak saja yg… m-membantuku?” aku berkata memutuskan.

Pertimbangannya, dengan umur setua itu, dan kondisi fisik yg sudah tdk prima lagi, dia pasti tdk akan kuat bertahan lama menghadapiku. Aku bisa cepat dapat sperma yg bisa kugunakan untuk membatalkan kutukanku.

Tapi pria tua itu menggeleng.
”Saya sih mau-mau saja bantu mbak. Tapi masalahnya, saya sudah tdk bisa ngaceng lagi.” jelasnya.

Aku terhenyak, tapi cuma sesaat.
”Tapi bapak masih punya sperma kan?” tanyaku.

”Kalo itu ya masih ada, mbak.” jawabnya.

“Berarti tdk ada masalah, pak.” cetusku.

“Nanti bapak saya rangsang agar bisa mengeluarkan sperma itu.”

”Ehm, gimana ya. Apa masih bisa?” laki-laki itu tampak ragu.

”Apa bapak tdk tergoda melihat tubuhku?” Sambil berkata begitu, kuturunkan tanganku yg dari tadi menutupi dada dan selangkangan.

Kubiarkan dia melotot memandangi tubuh sintalku.

”Tergoda sih, mbak. Tapi tetap tdk bisa ngaceng.” dia membuka celananya dan menunjukkan kontol hitamnya yg tetap menggantung mengkerut menyedihkan.

”Kita coba aja dulu, pak.” aku berjalan mendekatinya.

Laki-laki itu terdiam saat aku mulai memegang dan mengelus-elus kontolnya. Benda itu terasa sangat mungil dan dingin. ”Siapa nama bapak?” tanyaku untuk mencairkan suasana.

”Yunus.” sahutnya singkat.

Matanya tak berkedip memandangi tubuh sintalku yg putih dan montok, yg kini menempel erat di depannya.

”Nama saya Mina.” aku memperkenalkan diri.

Kuraih tangannya dan kudekapkan ke dadaku, kusuruh Yunus untuk meremas-remasnya pelan.

”Eh, i-iya… iya, mbak.” dia melakukannya dengan tangan gemetar hebat.

Mungkin baru kali ini dia memegang payudara perempuan yg empuk dan mulus. Yondi dulu juga begitu waktu pertama kali melakukannya.

”Sudah berapa lama bapak tdk main sex?” aku bertanya lagi.

Tanganku terus meremas-remas kontolnya. Benda itu masih tetap tertidur.

”Sudah hampir 5 tahun, mbak.” Yunus menekan jemarinya di bukit kenyalku, seperti ingin merasakan teksturnya yg empuk dan kenyal. Selanjutnya, dia melenguh.

”Ughhhh,”

”Kenapa, pak?” tanyaku heran.

”Susu mbak… padat banget!” bisiknya, terlihat sedikit malu.

”Bapak suka?” godaku.

Pria itu mengangguk cepat.
”Suka, mbak. Suka sekali.” sahutnya.

”Kalau suka, tekan yg keras dong, pak. Begini!” kutekan tangannya, kusuruh untuk meremas lebih kuat lagi. ”Putingnya juga, pak. Dipijit atau dipilin-pilin gitu.” pintaku dengan muka memerah.

Entah kenapa, merasakan tangannya mengusap-usap payudaraku, membuat hasratku yg tadi sempat terputus, mendadak kembali.

”Bantu saya ya, pak, untuk membatalkan kutukan itu.” kudekap tubuh kurusnya, kubiarkan dia memelukku.

“Uh, i-iya, mbak.” Yunus mengangguk.

Tangannya mulai menjalar, mengusap-usap bahu dan punggungku yg halus dan mulus.
”Enghh,” aku sedikit melenguh saat jemarinya bergerak ke bawah, menjarah dan memijit-mijit bokongku yg bulat dan padat.

”Remas ini lagi, pak.” kutarik lagi tangannya, kubawa ke arah payudaraku. Aku masih ingin dia mengerjaiku disana. Aku memang paling suka kalau payudaraku diremas-remas. Rasanya geli-geli nikmat, bikin aku cepat terangkat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *