Cerita Sex : Tanah Papua Dosen Nakal Part 1

tengah malam. Aroma rusa guling bakar menyeruak hidungku. Air liurku menetes, demi menyaksikan Yondi yg ligat membolak balik hasil buruan kami di atas api unggun. Kami sama-sama lapar berat, karena sudah hampir setengah harian berburu rusa di rimba Papua. Untung saja, Yondi berhasil membidik seekor rusa malang yg sedang lengah
Mata rusa itu mengerlip seperti lampu. Yondi mengarahkan dengan hati-hati senapan laras panjang jenis Mauser ke arah buruan. Ia tak ingin menimbulkan gaduh. Ah. Seekor rusa dewasa. Sex 

Aku menunggu di belakang dengan senter di tangan. Sebagai seorang perempuan, aku kurang mahir berburu. Tapi kalau temanku yg berkulit hitam dan bertubuh tegap ini, jangan ditanya. Berburu rusa adalah sumber hidupnya, sebagai orang asli Papua. Selain babi, tentunya.

Yondi memberiku aba-aba untuk mengarahkan senter tepat ke arah rusa itu. Mendadak rusa itu diam mematung, terpaku melihat sinar. Dalam hitungan detik, suara senapan meletus, memekakkan telinga.

Bidikan Yondi yg jitu, berhasil melumpuhkan buruan kami seketika. Dengan cekatan Yondi menyembelih dan membuang isi perutnya. Aku terkekeh-kekeh senang melihatnya. Akhirnya kami bisa makan malam.

Aku dan Yondi pernah menjelajahi pegunungan Tamrau dan Arfak untuk berburu rusa. Namun, lokasi favorit kami masih di sepanjang pantai Kepala Burung. Sayang, kini semakin susah saja untuk menemukan rusa dewasa. Hewan itu kian langka. Banyak tangan yg tdk bertanggungjawab melakukan pembantaian besar-besaran di rimba Papua.

Yondi menyobek rusa bakar dengan gigi geliginya yg putih. Demikian juga aku, yg sedari tadi melahap hasil buruan kami dengan rakusnya. Kujejali mulutku penuh-penuh. Walau tanpa bumbu, santapan ini terasa lezat sekali. Sampai-sampai, kujilat jari jemariku yg menyisakan aroma daging.

Daging rusa guling bakar yg tersisa disayat tipis dan dimasukkan ke dalam wadah kedap udara. Yondi hendak memberikan buah tangan ini kepada dua saudaranya, Silvana, sang kakak ipar, dan Edo, adik lelakinya. Mereka berdiam di teluk Bintuni yg memerlukan waktu tempuh sekitar 6 jam lagi dari tengah rimba ini.

Kupacu jeep Wilisku dengan kecepatan sedang. Rasa kantuk kadang menyergap, sehingga aku dan Yondi harus bergantian mengemudi. Melihat fisikku yg sedemikian lelah, dia memaksaku untuk tidur saja. Tapi aku tak sampai hati. Untuk menepis kantuk, kuajak ia ngobrol sekenanya.

”Sudah berapa lama kau tdk menjenguk mereka?”

”Hampir setahun, mungkin.” jawabnya tak bisa memastikan.

”Aku belum pernah bertemu mereka. Bagaimana kehidupan mereka di sana?” tanyaku lagi.

”Ya… seperti pada umumnya penduduk Bintuni, adikku Edo, bekerja sebagai penjual kepiting. Kalau kakak iparku, Silvana, dia sama seperti kamu, sama-sama orang luar Papua.” tukasnya.

”Suaminya sudah meninggal, ditembak aparat.” tambahnya kemudian. Sex 

”Oh, aku turut berduka.”

”Sekarang dia buka warung ikan bakar untuk menghidupi diri dan 2 anaknya.”

”Hebat! Aku suka perempuan mandiri.” pujiku terus terang.

”Ya, aku juga bangga akan Silvana. Dia perempuan tangguh. Meski, hanya sebatas kedai kecil-kecilan saja. Sedangkan adikku, Edo, ah. Dia juga lelaki kecil yg kuat.” seraut kebanggaan terpancar dari raut wajah Yondi .

Kentara sekali kalau ia sangat merindukan kedua saudaranya itu.

”Mengapa kau baru sekarang memutuskan untuk pulang? Menurutku kau terlalu sibuk dengan masalah OPM itu.” ujarku.

Yondi terdiam. Ia paling tak senang kalau perjuangannya diusik orang. Apalagi olehku, sebagai warga luar Papua.

”Kami ingin merdeka. Merdeka dari kebodohan dan kemiskinan. Bukan semata-mata untuk berpisah dengan Negara. Andaikan pertambangan itu tak mengisap daya hidup kami…” Sorot matanya selalu nyalang saat membicarakan tentang perjuangan. ”Apalagi aparat pemerintah yg bertugas di daerah kami bersikap sewenang-wenang.” tukasnya, menambahkan.

”Oknum.” ujarku, menyggah. Tak semua aparat pemerintah berlaku demikian.

Perjalanan yg awalnya lancar-lancar saja mendadak berhenti. Terjadi kemacetan panjang di depan. Sepertinya ada pohon tumbang atau tanah longsor, hal yg biasa terjadi di jalanan hutan Papua.

”Wah, sepertinya malam ini kita harus tidur di hutan,” kata Yondi .

Aku mengangguk mengiyakan. Segera kuatur tempat dudukku agar dapat tidur dengan nyenyak di kursi Jeep yg keras ini. Begitu juga dengan Yondi . filmbokepjepang.net Kecapekan, ditambah suasana hutan yg hening dan dingin membuatku pulas dengan cepat. Tapi rasanya baru terlelap beberapa menit saat kurasakan ada tangan yg meraba-raba paha mulusku. Membuatku geli hingga akhirnya aku terbangun.

”Yondi , apa yg kau lakukan?” kutepis tangan laki-laki itu.

”Tdk tahu, Min. Tiba-tiba saja aku pengen.” tangannya melayang, mencoba memegang payudaraku.

Aku kembali menepisnya. Kusilangkan kedua tanganku untuk melindungi kedua buah dadaku yg montok ini. ”Waktunya tdk tepat, Yondi . Banyak orang disini.” aku menunjuk deretan mobil yg berhenti di depan dan belakang kami.

”Kenapa tdk pas di hutan tadi saja!” aku menambahkan.

Memang, sudah biasa kami bercinta di sela-sela perburuan. Itu adalah salah satu wujud rasa terima kasihku karena Yondi sudah mau menjadi pemanduku selama menjelajahi ganasnya hutan Papua. Dia tdk mau dibayar dengan uang.

”Pengennya sekarang.” laki-laki itu terus memaksa.

Bahkan kini dia sudah mengeluarkan kontolnya yg besar dan hitam, yg selalu bisa membuatku orgasme berkali-kali. Memandangnya membuatku tergoda juga.

Aku celingak-celinguk melihat situasi.

”Iya, tapi jangan disini.” sangat tdk aman melakukannya di mobil. Karena Jeepku berbentuk terbuka, semua orang bisa melihat perbuatan kami dengan jelas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *