Bokep Bapak Ngentot Bergantian Dengan Ibu Dan Aku Part 2

Sedetik kemudian kurasakan benda lunak yang basah, membelah bibir lubangku.
“AAahhh….”
Bergetar kakiku saat daerah itu dijilat-jilat. Inikah yang emakku rasakan saat dijilat bapak?

Ingin rasanya aku menjerit meminta tolong. Tapi takut dan malu kalau orang-orang menemukanku dalam keadaan seperti ini.

PAK IMAAMM! Jeritku dalam hati. Bokep 

“HEI! NGAPAIN KALIAN!” Suara berat nan keras tiba-itba menggelegar.
“Pak Imam! Pak Imam datang! Kabur! Kabur!” seru anak-anak pengganggu itu berhamburan.

“Mau kemana kalian!” Kedua tangannya yang besar dengan cepat merengut kerah dua dari empat anak nakal itu. Mereka sampai tercekit tertarik ke belakang, seperti ayunan. Ibarat daging di pasar yang digantung di pengait, mereka terangkat sampai jinjit-jinjit.

“Kamu tak apa-apa Surti?”
Aku menggeleng sambil menangis. Syukur Pak Imam akhirnya datang. Kulihat Pak Imam memperhatikan tubuhku yang belum sempat kututupi. Mukanya memerah.

“Ya sudah, kamu rapikan bajumu,” susul bapak untuk menyelesaikan masalah ini.

Pada akhirnya keempat anak itu diskors. Dan aku diberi konseling oleh ibu Endar, guru agama.

Tapi semua yang kualami hanya membuatku aku semakin cepat berhasrat.

Kini kalau Pak Imam ingin mengintip rokku, kadang aku sudah tak pakai lagi CDku. Efeknya sungguh luar biasa ke dirinya. Ia sampai tak bisa mengajar dengan baik di kelas.

Di rumah kala emak dan bapak lagi gituan, aku pun tidak melepaskan kesempatan itu untuk merangsang kemaluanku. Aku jadi seolah-olah sedang melakukan apa yang mereka lakukan bersama-sama.

Seminggu kemudian, di suatu malam bapak tidur di tengah. Biasanya di pojok. Tahu-tahu bapak berbalik dan tanngannya menindih tubuhku. Duh beratnya. Kudorong pelan, supaya ia balik lagi. Tapi susah sekali. Grookk… ah..pakai ngorok..gimana aku bisa tidur.

Tiba-tiba saja, tangannya itu menyelusup masuk di antara kedua pangkal pahaku. Shh…alamak…ahh…hasratku bangkit lagi …situnya kepegang.

Aku coba dorong lagi badannya, tapi tidak bisa. Jadinya aku pasrah saja kemaluanku dipegang-pegang bapak dari luar celana.

Bapak gak pernah berbuat seperti ini sebelumnya. Kulihat wajahnya seperti orang tertidur. Tapi tangannya terus bergerak-gerak menggesek selangkanganku. Ya sudah aku diam saja. Bahkan aku lebarin kedua pahaku. Aku pejamkan mataku, menikmati gerakan-gerakan yang dilakukan bapak di bagian bawah itu.

Lama-lama gerakannya makin cepat. Alisku sampai merengut merasakan kenikmatan gerakan tangan bapakku. Kurengut-rengut kain selimut. Lalu kupegang tangan bapak, merasakan gerakan tangannya yang membuatku merasa seperti ini.

“Aah…” jeritku dalam hati, rasa geli smakin memuncak.

Srr…srr…srrrr… akhirnya aku keluar…

Keesokan paginya bapak bersikap seperti tidak terjadi apa-apa malam itu. Tapi aku jelas tidak dapat menyembunyikan perasaanku. Ada rasa malu, aneh, bercampur aduk.

“Mak, pak, Surti pergi ke sekolah dulu ya….”
“Sekalian sama bapak yuk,” kata bapak. Bapak juga mau pergi ke pusat.
“Gih pergi sama bapak, tumben tuh dia mau nganterin…,” ucap emak.

Aku diam saja. Bayang-bayang semalam masih teringat jelas di pikiranku.

“Bu, aku pergi dulu ya…” Bokep 
“Ati-ati di jalan ya….”

Aku dan bapak berjalan bersama. Ia menggandeng tanganku. Sudah berapa lama, ya aku tidak berjalan bersama bapak. Biasanya pagi-pagi subuh ia sudah pergi duluan dan aku selalu berjalan sendiri ke sekolah.

Saat di jalan, tiba-tiba bapak mengambil jalan yang bukan jalan tercepat ke sekolah. Ia mengambil rute yang lain. Aku bingung. Tapi aku ikuti saja.
Setelah itu eh malah makin menjauh dari jalan.

“Pak kita mau kemana?”
“Ikut saja…”

Kami berjalan melewati jalan setapak yang mulai berubah menjadi tanah. Terdengar suara sungai dari kejauhan. Rupanya kami sedang menuju salah satu sungai yang ada di desa kami.

Di pinggir sungai ada sebuah batu yang besar. Bapak duduk disitu.

“Surti, ayo sini bapak pangku.”

Aku melompat ke pangkuannya. Sudah lama aku tidak dipangku olehnya. Aku merasa senang. Tapi bagaimana sekolah? Hari semakin siang.

“Pak, aku ntar telat…”
“Gak apa-apa, hari kamu gak usah sekolah.”
“Kenapa?”
“Ada yang ingin bapak bicarakan sama kamu…”
“Bicara apa?”

Angin bertiup sepoi. Air bergemericik. Sesekali kurasakan cipratan air sungai yang terbelah di batu.

“Kamu suka dengan yang bapak lakukan semalam?”
Aku terdiam sejenak.
“Yang mana?” Tanyaku pura-pura tak tahu.
“Waktu bapak pegang-pegang kemaluanmu…”
Mukaku memerah dan aku tertunduk. Kubiarkan rambutku yang seleher, jatuh menutupi wajahku.
Bapak menyampirkannya ke telingaku.
“Surti suka gak…?”
Aku menatap nanar ke sungai. Diam seribu kata.
Bapak membelai kepalaku lembut.
“Suka?” Tanya bapak lagi…
Aku mengangguk.

“Alasan bapak melakukan itu, karena bapak suka lihat kamu usap-usap sendiri, kalau bapak lagi main sama emak. Bapak terangsang ngeliat kamu begitu…”
“Terangsang itu apa, pak?”

Bola mata bapak, menatap ke atas lalu bergerak kiri dan kanan. Seolah ia mencari jawaban di atas kepalanya.

“Terangsang itu seperti ini…”
Tangan bapak menyentuh betisku. Lalu perlahan merambat naik. Menyelusup masuk ke dalam rok merahku, melewati lutut. Kemudian ia mengusap-usap pahaku.

Aku menatap wajahnya. Nafasku jadi tak beraturan. Tangannya yang lain menyelip lewat lengan atasku, menyentuh dadaku dan mengusap-usap daerah putingku.

“Pak…,” ucapku lirih. Kurebahkan kepalaku di dadanya.

“Surti mengerti?”
“Ngerti pak…”

Tangan bapak yang mengusap pahaku, kini jari telunjkknya menggesek-gesek belahan lubangku dari luar CD. Tanpa ragu kulebarkan kedua pahaku, membiarkan ia kembali melakukan hal yang semalam kepadaku.

“Tarik roknya, nak…bapak mau lihat paha dan CD kamu….”

Aku sudah mengerti kesukaan laki-laki. Kutarik rok merahku hingga bapak bisa melihat leluasa bagian bawah tubuhku.

“Bapak ingin Surti lepas CD?” Tanyaku berbisik?

Bapak menatapku, tak menjawab. Lalu ia mencium bibirku.

“Iyah, lepas gih…”

Aku turun dari pangkuan bapak, berdiri di dalam sungai yang dalamnya semata kaki.

Aku memungguni bapak. Kulepas rokku dan kulempar ke tanah. Selanjutnya kutarik ke bawah CD ku. Aku membungkuk, untuk meloloskan dari kakiku.

Di saat itu aku sedang membungku itu, tiba-tiba aku merasakan sebuah jari, masuk ke lubangku dari belakang.

“Aaaah…”
“Cantik kemaluanmu surti…”

Bapak menusuk-nusuk lubangku dari belakang.

CD yang belum sempat kulepas, dan masih tersangkut di kaki kiri menjadi basah terendam air sungai.

“aah..ahh…pak…ahhh,” aku melenguh seperti tidak pernah sebelumnya.
“Surti…bapak terangsang banget nih….”
“Gara-gara Surti?”

Kemaluanku terasa geli sekali.

Tiba-tiba saja tusukan jari itu berhenti. Aku menengok kebelakang, kenapa bapak berhenti. Kulihat bapak melepaskan sabuk celanannya, membuka reseletingnya dan mengeluarkan sebuah batang panjang seperti yang pak Imam pernah lakukan.

“Surti berlutut…”

Aku menurutinya.

“Bapak mau main di mulut kamu, nak.”

Aku ada dugaan apa yang ingin ia lakukan. Aku membuka mulutku. Ternyata benar, batang bapak dimasukkan ke dalam mulutku.

Bapak mengeluar masukkan benda itu ke dalam mulutku.
“Shh..ahh…ah…enak nak…”
Ia menahan kepalaku. Pinggulnya digerakkan maju mundur. 5 menit ia begitu.

Kulirik wajah bapak, tampaknya ia keenakan sekali.

“Sedikit lagi…sedikit lagi….”

Sedikit apa? Pikirku…

CRRoot crottt crott

Kurasakan cairan hangat kental menyembur di dalam mulutku. Aku kaget setengah mati. Apakah bapak kencing di mulutku.
Aku ingin segera menarik mulutku, tapi bapak masih menahan kepalaku. Semburan itu pun perlahan mengecil.

Baru setelah itu aku dilepaskan. Aku buru-buru berkumur dengan air sungai. Kok lengket ya…?

“BApak! Kenapa kencing di mulut Surti?”
“H?” Bapak tampak keheranan lalu tertawa…
“Bukan…Surti itu sperma bapak….”
“Apa itu sperma…?”

“Shh…nanti kamu juga mengerti….”
Ayo sini kamu senderan di batu besar itu.

“Ntar ah…. Surti kumur-kumur dulu…”
“Yah…lekas kesini yah kalu sudah…”

Bapak menunggu di dekat batu itu, memperhatikan aku yang sedang membersihkan mulut.

Setelah selesai, aku menghampirinya.

“Ayuh bersender….”

Aku menurut

“Kamu tuh cantik kayak emakmu…”
“Masak sih…?”

Lalu bapak menciumku…mermbat turun ke dada, ke perut, hingga akhirnya selangkangku dicumbunya.

“Ahh…”

Jilatannya menyapu dari belakang hingga ke depan. Berulang-ulang. Kadang masuk ke dalam, mengaduk-aduk isinya.
“Mmhh…..”

Aku jadi tak tahan. Pinggulku turut bergoyang.

Owh…apakah teman-temanku yang lain juga begini dengan bapak mereka? Pikirku.
Kulepas kancing bajuku. Kuangkat kaos dalamku. Kumainkan putingku sendiri, sambil memperhatikan bapakku menjilati kemaluanku.

“Bapak…Owh…”

Kugigit bibirku menahan rasa yang menjalar dari bawah ke sekujur tubuhku.

“Pak ingin kencingg…..”

Bapak tak bicara apa-apa, hanya saja jilatannya makin dipercepat. Aku merengut rambutku, menahan rasa ini.
“Ahh..ahhhhh…”

Tiba-tiba tubuhku mengejang berkali-kali.
Sesuatu yang deras menyemprot dari lubangku.

Bapak mencoba menghindar, tapi sebagian cairannya mengenai wajahnya.
“Wah Surti…deras sekali orgasmenya…”

“Ahhhh..” aku terkulai lemas di batu.
Nafasku tersenggal-seggal.

Orgasme? Apa lagi itu?

Hari itu aku dan bapak jalan-jalan ke berbagai tempat, melihat-lihat pemandangan. Kami menangkap ikan di sungai dan memetik buah di hutan. Kukumpulkan kayu bakar, membuat api unggun dan kami panggang ikan-ikan tersebut. Enaknya.
Buah segar sebagai pencuci mulut.

Kemudian Aku bermain petak umpet. Bapak jaga, dan aku bersembunyi. Saat aku keluar dari persembunyian untuk menepuk tempat jaga. Eh keduluan.

Sebagai hukumannya bapak membuka kancing-kancing seragamku, kaos dalamku diangkat, hingga putingku keliatan. Rokku dilepas, dan CDku diturunin setengah paha. Aku disuruh berlutut di tanah. Ia keluarkan batangnya dan aku dimintanya menghisapnya lagi.

“Shhh Surti…enak bagnet….”

Aku hisapa batangnya sampai spermanya keluar.

Setelah itu kami pulang.

Di dalam perjalan pulang kami bercakap-cakap.
“Pak.. emang bapak dan emak juga melakukannya yang kita lakukan tadi?”
“Iya…”
“Emak juga hisap batang bapak?”
“Iya..”
“Bapak suka jilat kemaluan emak?”
“Iya…Kan Surti sudah lihat bapak dan emak main.”
“Surti boleh ikutan gak, kalau bapak dan emak main?”
“Mmm…emak mungkin gak setuju…”
“Kenapa…?”
“Mmm…memang Surti beneran ingin ikutan?”
“Iya…”
“Ya udah kita ke warung sebentar ya…”
“Ya…”

10 menit kemudian kami sampai di warung remang-remang. Bapak berbicara dengan pemilik warung. Ia sudah tua, rambutnya panjang seleher dan bewarna putih. Kalau tertawa, kelihatan giginya tinggal sedikit.
“Pak, minta raja malam sebungkus”
“Raja malam? Hehe… kenapa istrimu lagi gak bergairah?”
“Bukan….gak jadi deh, saya minta dua bungkus…”
“Buat dua malam nih…?”
“Bukan..satu malam saja…”
“Wah, wah… ada yang ingin sampai pagi nih…”
“Shhtt… dah ah ada anak kecil.”

Setelah membeli entah apa itu, kami pun pergi lagi. Hari sudah agak sore. Akhrinya kami sampai di rumah.

“Lho kok kalian berdua pulang barengan?”
“Ya kebetulan papasan di jalan,” jawab bapak. “Dah masak?”
“Ini lagi siapin lalap buat makan malam.”
“Oooo….”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *